Jumat, 24 November 2023

Sekilas Tentang Riwayat Reaktor Daya Nuklir

 

Awalnya, reaktor nuklir didesain untuk memproduksi plutonium sebagai senjata nuklir. Di Amerika Serikat, Plutonium diproduksi di Hanford di tepi Sungai Columbia mulai tahun 1944, menggunakan reaktor bermoderator grafit dan pendingin air once-through sehingga membutuhkan air dalam jumlah besar yand didapat dari sungai tersebut. (Setelah plutonium yang diproduksi dirasa cukup, secara bertahap reaktor Hanford dihentikan bertahap dari 1964 hingga 1971).  Pada tahun 1948 Uni Soviet mengikuti kelakuan Amerika dengan desain reaktor yang mirip, namun dengan pendiginan closed-cycle dan juga dapat menghasilkan daya. Inggris yang merasa ditinggal karena McMahon Act (Kerjasama nuklir negara sekutu), juga membuat reaktor bermoderator grafit dengan pendigin gas, dan membuat Windscale Piles pada 1950. Selanjutnya UK kemudian beranjak menggunakan reaktor pendingin gas CO2 yang juga dapat menghasilkan daya. Kanada memprioritaskan upayanya pada pengembangan reaktor dengan moderator air berat (Deuterium) dan juga sebagai pendinginnya, dimulai dengan reaktor NRX di tahun 1947.

 Setelah berhasil membuat reaktor di daratan, Amerika Serikat dan Uni Soviet merancang system propulsi untuk kapal laut mereka, yang diawali dengan PWR  di Kapal Selam Nautilus di 1955. Kemudian disusul Uni Soviet yang menggunakan VVER (versi PWR Uni Soviet) di Kapal Icebreaker Lenin pada 1958.

Jika Plutoniumnya Amerika diproduksi di Reaktor Hanford, maka Oak Ridge membuat enriched uranium yang selanjutnya dikembangkan oleh Westinghouse dan Babcock Wilcox dengan reaktor PWRnya dan GE dengan reaktor BWRnya. Uni Soviet menggunakan strategi yang berbeda, mereka mencampur keperluan sipil dengan militer bersamaan, yaitu menggunakan reaktor daya yang menghasilkan listrik sekaligus untuk memproduksi Plutonium. Contohnya adalah reaktor RBMK, yang salahsatunya adalah reaktor yang terpasang di Chernobyl.

Ketergantungan pada enriched uranium di masa itu membuat Inggris dan Kanada menerapkan strategi berbeda. Inggris mengembangkan reaktor MAGNOX yang menggunakan natural uranium dengan moderator grafit dan pendingin gas, sementara Kanada mengembangkan reaktor CANDU yang juga menggunakan natural uranium namun dengan pendingin dan moderator air berat.

 Krisis minyak pada 1973 dan 1979 memberikan katalis pada pengembangan nuklir (dan energi alternatif lain). Salah satu negara yang massif membangun PLTN adalah Perancis. Dalam rentang 1974 hingga 1981 aja, Perancis mulai membangun 40 reaktor daya mereka, yang hingga kini konsisten memiliki kontribusi bauran energi dari nuklir secara dominan, hingga berkisar 70% sumber energi Listrik mereka. Selain Perancis, Jepang juga membangun PLTN secara masif saat itu, terlebih karena mereka adalah net importer energi sehingga sangat kalang-kabut saat harga minyak melonjak. Namun demikian, pada negara penghasil minyak seperti Inggris, Pembangunan PLTN tidak terlalu pesat karena mereka juga tidak merasakan sense of urgency yang tinggi.

Indonesia, yang tengah mengalami penurunan produksi minyak bumi karena satu dan lain hal, saat ini bertumpu pada batubara karena merupakan Cadangan energi terbukti terbesar yang dimiliki. Namun karena tingginya emisi CO2 yang dihasilkan, mengurangi porsi PLTU Batubara menjadi sebuah PR besar, yang secara teknis dapat digantikan dengan PLTN dengan mempertimbangkan kemiripan karakteristiknya (ukuran besar, komponen C murah dan penggunaan sebagai beban dasar).