Jumat, 27 Desember 2019

EAF (Equivalent Availability Factor)


Kinerja pembangkit umumnya diukur menggunakan beberapa indikator, yang paling terkenal tentunya adalah EAF dan EFOR.

EAF adalah faktor ketersediaan mesin pembangkit untuk beroperasi pada daya mampu nettonya pada suatu periode. Equivalent disini artinya ketidaktersediaan dalam kapasitas juga diperhitungkan, selain ketidaktersediaan dalam waktu.

Ane kasih rumusnya ya :
((AH-EUDH)/PH) x100%.

Singkatan-singkatan dan penjelasan lihat dibawah yak.

Daya mampu netto (DMN) adalah besarnya daya output pembangkit yang sudah dikurangi dengan pemakaian sendiri untuk unit pembangkit tersebut. Jadi kan pembangkit memiliki kapasitas, misalkan PLTU Adipala memiliki kapasitas 660MW, artinya generator PLTU Adipala mampu membangkitkan 660MW. Namun PLTU tersebut memiliki peralatan-peralatan bantu yang memerlukan listrik agar dapat beroperasi dengan normal, misalnya pompa air pengisi ketel, yang memompakan air ke ketel agar diuapkan sehingga memutar turbin; atau pompa air pendingin, yang memompakan air untuk mengkondensasikan uap pasca memutar turbin. Karena pemakaian tersebut, ada sebagian daya yang dipakai untuk pemakaian sendiri, sehingga daya yang dikirimkan ke customer berkurang menjadi 615MW. Daya mampu netto PLTU Adipala adalah 615MW. Daya brutonya 660MW.

Period Hours (PH) adalah jumlah jam tersedia dalam suatu periode tertentu. Umumnya untuk perhitungan kinerja PH menggunakan semester atau tahunan. Misalkan 1 tahun, berarti PH adalah (24*365=) 8760 jam.

Available hours (AH) adalah jumlah jam unit pembangkit siap dioperasikan. Siap saya bold karena bisa jadi siap dan dipakai, tapi bisa juga siap tidak dipakai, contohnya saat lebaran biasanya sistem berbeban rendah sehingga pembangkit-pembangkit yang berbiaya lebih tinggi dihentikan (standby), nah hal ini disebut Reserved Shutdown (RSH).

Equivalent Unit Derating Hours adalah jumlah jam dimana saat beroperasi, unit mengalami derating, yaitu daya yang disuplai tidak mampu memenuhi DMN saat diminta. Dalam protap PLN, yang disebut derating jika daya keluaran lebih rendah dari 2% DMN dan berlangsung lebih dari 30 menit. EUDH sebenarnya terdiri dari beberapa komponen, yaitu EPDH (Equivalent Planned Derated Hours), EMDH (Equivalent Maintenance Derated Hours), EFDH (Equivalent Forced Derated Hours), dan ESEDH (Equivalent Seasonal Derated Hours).

Listrik Bisa Disimpan?


Sebelum kita masuk ke dalam rincian kinerja pembangkitan tenaga listrik, perlu diketahui dalam proses adanya listrik di rumah-rumah kita, di kantor-kantor, di pabrik-pabrik itu adalah proses yang berkesinambungan, dan mirip dengan neraca keuangan, yang mana kolom kiri harus sama dengan kanan, kolom kredit harus sama dengan kolom debit, kolom produksi listrik harus sama dengan kolom konsumsi listrik.

Meskipun pembangkit listrik juga jamak kita sebut pabrik, namun terdapat perbedaan dengan pabrik yang memproduksi barang-barang konsumsi maupun barang jadi dan setengah jadi. Sehingga saat terjadi libur panjang seperti Hari Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru yang umumnya diberikan “bonus” cuti bersama dan pabrik-pabrik barang tersebut menghentikan produksinya, pabrik listrik akan tetap beroperasi karena bagaimanapun di rumah tetap membutuhkan listrik untuk menyalakan lampu, memanggang ayam dengan oven, mengoperasikan AC dan peralatan listrik lainnya.
Pabrik barang memiliki gudang sehingga meskipun konsumsinya tetap ada saat liburan, barang yang telah diproduksi dapat dikeluarkan dari gudang yang ada di pabriknya, di gudang regional, di gudang distributor, hingga di toko retailnya. Semuanya dapat dikelola dengan manajemen inventory yang baik. Contohnya, untuk menghadapi libur panjang, produktivitas dari pabrik barang dinaikkan sekian persen sehingga saat pabrik tidak berproduksi, konsumen tetap dapat terlayani oleh cadangan yang tersimpan.

Inilah perbedaan listrik dengan barang. Cadangan yang tersimpan itu saat ini belum dapat diwujudkan secara ekonomis. Saat ini. Memang banyak penemuan-penemuan yang cukup revolusioner terkait peralatan yang dapat mencadangkan listrik, namun untuk melayani jaringan interkoneksi (grid) besar, hal ini masih belum memungkinkan. Sebagai gambaran, baterai lithium terbesar di dunia saat ini ada di Hornsdale, South Australia, memiliki kapasitas 129MWh dengan kemampuan output maksimum 100MW (artinya baterai ini dapat mensuplai 100MW secara konstan selama 77 menit) sedangkan beban puncak 26 Desember 2019 menurut grafik berikut diperkirakan sebesar                 25300MW.
Dengan kata lain, jika semua operator pembangkit listrik ingin menikmati libur di Libur Natal mulai 21 Desember sampai 25 Desember 2019, dengan daya rata-rata 21000MW, maka diperlukan (5*24*21000=) 2,520,000 MWh baterai lithium, atau 19535x baterai yang ada di Hornsdale tersebut. Berdasarkan https://www.ft.com/content/aac46900-0a81-11ea-bb52-34c8d9dc6d84 Pemerintah Australia menjaminkan AUD$72M atau setara Rp695miliar (kurs 26 Desember 2019) untuk project Hornsdale tersebut. (Saya tidak tahu harga projectnya). Jika kita asumsikan jaminan itu sama dengan harganya, berarti dibutuhkan biaya 13576 triliun, atau 6.8 kali PDB Indonesia setahun (artinya Indonesia puasa ga belanja, ga gaji pegawai, dll selama 6 tahun 10 bulan, kwkwk) Uang segitu hanya untuk beli baterai agar para pegawai pembangkit listrik bisa liburan.

Okay, jadi sekarang sudah paham ya, bahwa listrik itu begitu dibangkitkan, harus dikonsumsi, atau sebaliknya, ketika ada konsumsi, maka listrik harus segera dibangkitkan.

Feel free to ask below.