Sebelum kita masuk ke dalam rincian kinerja pembangkitan tenaga listrik,
perlu diketahui dalam proses adanya listrik di rumah-rumah kita, di
kantor-kantor, di pabrik-pabrik itu adalah proses yang berkesinambungan, dan
mirip dengan neraca keuangan, yang mana kolom kiri harus sama dengan kanan,
kolom kredit harus sama dengan kolom debit, kolom produksi listrik harus sama
dengan kolom konsumsi listrik.
Meskipun pembangkit listrik juga jamak kita sebut pabrik, namun terdapat
perbedaan dengan pabrik yang memproduksi barang-barang konsumsi maupun barang
jadi dan setengah jadi. Sehingga saat terjadi libur panjang seperti Hari Idul
Fitri, Natal dan Tahun Baru yang umumnya diberikan “bonus” cuti bersama dan
pabrik-pabrik barang tersebut menghentikan produksinya, pabrik listrik akan
tetap beroperasi karena bagaimanapun di rumah tetap membutuhkan listrik untuk
menyalakan lampu, memanggang ayam dengan oven, mengoperasikan AC dan peralatan
listrik lainnya.
Pabrik barang memiliki gudang sehingga meskipun konsumsinya tetap ada saat
liburan, barang yang telah diproduksi dapat dikeluarkan dari gudang yang ada di
pabriknya, di gudang regional, di gudang distributor, hingga di toko retailnya.
Semuanya dapat dikelola dengan manajemen inventory yang baik. Contohnya, untuk
menghadapi libur panjang, produktivitas dari pabrik barang dinaikkan sekian
persen sehingga saat pabrik tidak berproduksi, konsumen tetap dapat terlayani
oleh cadangan yang tersimpan.
Inilah perbedaan listrik dengan barang. Cadangan yang tersimpan itu saat ini belum dapat diwujudkan secara
ekonomis. Saat ini. Memang banyak penemuan-penemuan yang cukup revolusioner
terkait peralatan yang dapat mencadangkan listrik, namun untuk melayani
jaringan interkoneksi (grid) besar, hal ini masih belum memungkinkan. Sebagai
gambaran, baterai lithium terbesar di dunia saat ini ada di Hornsdale, South
Australia, memiliki kapasitas 129MWh dengan kemampuan output maksimum 100MW
(artinya baterai ini dapat mensuplai 100MW secara konstan selama 77 menit)
sedangkan beban puncak 26 Desember 2019 menurut grafik berikut diperkirakan
sebesar 25300MW.
Dengan kata lain, jika semua operator pembangkit listrik ingin menikmati
libur di Libur Natal mulai 21 Desember sampai 25 Desember 2019, dengan daya
rata-rata 21000MW, maka diperlukan (5*24*21000=) 2,520,000 MWh baterai lithium,
atau 19535x baterai yang ada di Hornsdale tersebut. Berdasarkan https://www.ft.com/content/aac46900-0a81-11ea-bb52-34c8d9dc6d84 Pemerintah Australia menjaminkan AUD$72M
atau setara Rp695miliar (kurs 26 Desember 2019) untuk project Hornsdale
tersebut. (Saya tidak tahu harga projectnya). Jika kita asumsikan jaminan itu
sama dengan harganya, berarti dibutuhkan biaya 13576 triliun, atau 6.8 kali PDB
Indonesia setahun (artinya Indonesia puasa ga belanja, ga gaji pegawai, dll
selama 6 tahun 10 bulan, kwkwk) Uang segitu hanya untuk beli baterai agar para
pegawai pembangkit listrik bisa liburan.
Okay, jadi sekarang sudah paham ya, bahwa listrik itu begitu dibangkitkan,
harus dikonsumsi, atau sebaliknya, ketika ada konsumsi, maka listrik harus
segera dibangkitkan.
Feel free to ask below.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar